Laman

Sabtu, 11 Juni 2016

ANALOGI PRIA DAN JODOH




gambar diambil dari sini


Pria dan Jodoh itu bila dianalogikan seperti memilih buku diperpustakaan besar.  Di perpustakaan itu Allah telah menyediakan buku bermacam-macam. Mulai yang sampulnya lux sampai  yang bulukan. Yang isinya bagus dan menginspirasi atau bikin kita ilfil hanya sekilas pandang.

Selayaknya pengunjung perpustakaan, kita diperbolehkan melihat buku apa yang pas dan asyik buat di baca. Terserah aja.

Kadang tangan kita terjulur begitu melihat buku yang penampilan luarnya oke punya. Dicetak dengan sampul dari kulit, judul-judulnya timbul dengan warna perak atau keemasan. Benar-benar buku yang mentereng dan prestisius. Kalau dimiliki membanggakan. Tapi belum tentu ketika kau bisa menjamahnya. Sebab di depan buku itu sudah ngantre berderet-deret perempuan. Kalau nekat juga bisa-bisa kau dapat nomer sepuluh ribu sekian. Beuuuh, bayangin gak sih betapa kita bisa jamuran nunggu antrian yang mengular naga panjangnya?

Lalu kau berjalan lagi dan menemukan buku yang mendapat label bahaya. Isinya menyeramkan, berisi adegan kekerasan dan serapah tak berkesudahan. Edan! Membacanya hanya akan membuat jantungmu berdetak kencang ketakutan. Sulit untuk bisa duduk tenang menyelesaikannya, tanpa berpikir kapan ia akan ditendang, dipukul, atau dihajar sampai memar kebiruan. Bener-bener buku yang tidak mengasyikkan.



Ada lagi buku yang teramat sulit dibaca meski kau sudah mengikuti petunjuknya. Terlalu banyak tabir yang harus dibuka. Terlalu banyak kiasan yang membuat keningmu berkeriut tanpa sadar. Setiap kali kau merasa paham, kau dapati kenyataan bahwa itu semua tidak benar.  Kau jadi bingung sendiri dan mulai tidak sabar. Lalu kau bosan karena buku itu tak memberimu kesempatan belajar, tetapi justru serangkaian pertanyaan tanpa jawaban.

Buku lain teramat menjengkelkan. Sampul bagus, tapi isinya dangkal. Hanya berisi rayuan maut tanpa visi ke depan. Kau hanya mendapati dia sebagai seorang yang berniat memerahmu sampai ke dasar. Lalu meninggalkan lubang menganga bernama luka. Duuh, bikin capek jiwa raga!

Mungkin dalam perjalanan menyusuri perpustakaan itu orang-orang yang sudah menemukan buku  akan bertanya :
Kenapa si anu belum juga menemukan buku yang tepat sementara lainnya sudah?
Mengapa si anu masih mencari sementara yang lain sudah duduk manis dan membaca buku yang mereka temukan?
Mengapa si anu masih belum menemukan buku yang pas juga? Sulitkah kriterianya? Kenapa sih dia tidak  pilih buku apa saja? Lihatlah, sebentar lagi senja datang  (baca: usia tua).  Bila perpustakaan tutup, ia tak punya lagi kesempatan meminjam .”


Ah, kawanku tersayang, jangan begitu.
Kau bahkan tidak tahu bagaimana jalan hidup orang-orang yang belum menemukan buku (red. jodoh) di perpustakaan Tuhan. Terkadang ia merasa sudah menemukan buku impian. Tetapi  ternyata buku buku itu hanya ditunjukkan sekilas oleh Empunya perpustakaan (baca : Tuhan), untuk menjadi salah satu warna pelangi dalam hidup dan kemudian dilupakan. Atau bisa juga ia sudah mendapatkan buku sesuai harapan, namun di tengah perjalanan ia harus merelakan buku itu karena berbeda maksud dan tujuan.

Dan kau yang sudah menemukannya, semoga kau bisa menjaga amanah itu sampai tua. Menelusuri halaman demi halamannya, belajar dan berkembang bersamanya. Hingga kontrakmu di dunia habis dan kau kembali ke sisi Tuhan yang Esa.



*Eh, eh...berat banget ya bahasanya.
Mungkinkah sebuah meteor menimpanya? Hingga ia menggunakan analogi ruwet demi membahas pria dan jodoh saja? Sudah abaikan saja dia! Paling-paling ia juga tak mengerti apa yang ditulisnya...